Kini, di Indonesia sudah semakin banyak perkebunan yang berada dimana-mana. Misalnya, perkebunan di daerah Puncak, perkebunan di Bandung, perkebunan di Lembang, dan lain sebagainya. Semakin banyak perkebunan di Indonesia, tentunya semakin banyak pula hasil perkebunan yang didapat. Selain itu, dari perkebunan yang ada di Indonesia itu, kita dapat memperoleh berbagai macam hasil panen. Misalnya, teh, cabai, stroberi, anggur, kelapa sawit dan lain sebagainya.
Tentunya, keuntungan yang menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk melakukan pengeksporan hasil-hasil perkebunannya ke luar negri. Secara umum, ekspor pertanian di Indonesia cukup meningkat pada kurang lebih enam tahun terakhir ini. Kecuali untuk tahun 2016, penurunan yang terjadi diakibatkan oleh adanya fenomena El Nino yang membuat produksi lahan perkebunan sehingga mengalami penurunan yang cukup tinggi.
Lantas, apa itu fenomena El Nino?
El Nino adalah fenomena memanasnya suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur. El Nino memiliki dampak yang beragam dalam lingkup skala global. Beberapa negara di kawasan Amerika Latin seperti Peru, saat terjadi El Nino akan berdampak pada meningkatnya curah hujan di wilayah tersebut. Sedangkan di Indonesia secara umum dampak dari El Nino adalah kondisi kering dan berkurangnya curah hujan.
Baca: Beberapa Tips Menjaga Kesehatan Tubuh
Baca: Air Laut Bisa Menyebabkan Kerusakan di Laut
Adapun beberapa dampak dari fenomena El Nino tersebut:
- Angin pasat timur menjadi melemah
- Melemahnya sirkulasi monsoon
- Akumulasi curah hujan di wilayah Indonesia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara menjadi berkurang, dan cuacanya cenderung lebih dingin serta kering.
- Potensi terjadinya hujan terdapat di sepanjang Pasifik Ekuatorial Tengah dan juga Barat serta di wilayah Argentina. Di daerah ini cuaca yang dirasa cenderung hangat dan juga lembab.
- Indonesia mengalami musim kemarau
- Indonesia dilanda kekeringan panjang karena turunnya curah hujan
- Hasil tangkapan ikan menjadi menurun
- Banyak kerang yang mengalami keputihan atau coral bleaching.
Baca: Cari Water Level Tercanggih di 2020? Cuma Disini Tempatnya!
Dalam terjadinya fenomena ini, tentunya, para petani yang berada di sawah maupun di perkebunan, tentunya merasa sangat cemas akan hasil yang di dapat dari perkebunannya. Oleh karena itu, para petani, khususnya yang berada di sawah dan di perkebunan untuk selalu memperhatikan suhu, yang berada di setiap lokasi perkebunan berada. Karena dari itu, hasil perkebunan yang didapat memiliki hasil yang lebih memuaskan, dan sebagai petani seharusnya memiliki suatu alat yang dapat mengetahui keadaan iklim dan cuaca serta temperatur yang baik untuk hasil tanam nya. Sehingga petani juga bias berwaspada akan terjadinya fenomena El Nino yang akan datang.
Baca: FC Barcelona Nyaris Gagal Meraih Kemenangan, Valverde Salahkan Cuaca dan Lapangan

Dengan menggunakan, Two External Temperature Sensors Data Logger – HOBO – MX2303, para petani dapat menggunakan alat ini sebagai alat pemeriksa suhu agar hasil panen yang diperoleh relatif bagus dan tentunya sebagai alat untuk menginformasikan data-data sehingga para petani dapat menjaga hasil tanamnya, untuk menghindari adanya fenomena El Nino yang akan datang. Alat ini tentunya memiliki beberapa spesifikasi.
- Temperature Sensor
| Range | MX2301 and MX2305 internal sensors: -40 to 70°C (-40 to 158°F) MX2302 external temperature sensor: -40 to 70°C (-40 to 158°F) MX2303 and MX2304 external sensors: -40 to 100°C (-40 to 212°F), with tip and cable immersion in fresh water up to 50°C (122°F) for one year |
| Accuracy | ±0.25°C from -40 to 0°C (±0.45 from -40 to 32°F) ±0.2°C from 0 to 70°C (±0.36 from 32 to 158°F) ±0.25°C from 70 to 100°C (±0.45 from 158 to 212°F), MX2303 and MX2304 only |
| Resolution | 0.04°C (0.072°F) |
| Drift | <0.01°C (0.018°F) per year |
- RH Sensor (MX2301, MX2302 only)
| Range | 0 to 100% RH, -40° to 70°C (-40° to 158°F); exposure to conditions below -20°C (-4°F) or above 95% RH may temporarily increase the maximum RH sensor error by an additional 1% |
| Accuracy | ±2.5% from 10% to 90% (typical) to a maximum of ±3.5% including hysteresis at 25°C (77°F); below 10% RH and above 90% RH ±5% typical |
| Resolution | 0.05% |
| Drift | <1% per year typical |
- Logger
| Radio Power | 1 mW (0 dBm) |
| Transmission Range | Approximately 30.5 m (100 ft) line-of-sight |
| Wireless Data Standard | Bluetooth Smart (Bluetooth Low Energy, Bluetooth 4.0) |
| Logger Operating Range | -40° to 70°C (-40° to 158°F) |
| Logging Rate | 1 second to 18 hours |
| Logging Modes | Fixed interval (normal, statistics) or burst |
| Memory Modes | Wrap when full or stop when full |
| Start Modes | Immediate, push button, date & time, or next interval |
| Stop Modes | When memory full, push button, date & time, or after a set logging period |
| Time Accuracy | ±1 minute per month 0° to 50°C (32° to 122°F) |
| Battery Type | 2/3 AA 3.6 Volt lithium, user replaceable |
| Battery Life | 2 years, typical with logging interval of 1 minute and Power Saving Mode disabled; 5 years, typical with logging interval of 1 minute and Power Saving Mode enabled. Faster logging intervals and statistics sampling intervals, burst logging, remaining connected with the app, excessive downloads, and paging may impact battery life. |
| Memory | 128 KB (84,650 measurements, maximum) |
| Full Memory Download Time | Approximately 60 seconds; may take longer the further the device is from the logger |
| Dimensions | Logger housing: 10.8 x 5.08 x 2.24 cm (4.25 x 2.0 x 0.88 in.) External temperature sensor diameter: 0.53 cm (0.21 in.) External temperature/RH sensor diameter: 1.17 cm (0.46 in.) External sensor cable length: 2 m (6.56 ft) Solar radiation shield bracket: 10.8 x 8.3 cm (4.25 X 3.25 in.) |
| Weight | Logger: 75.5 g (2.66 oz) Solar radiation shield bracket: 20.4 g (0.72 oz) |
| Materials | Acetal, silicone gasket, stainless steel screws |
| Environmental Rating | NEMA 6 and IP67 |